Minggu, 30 September 2012

Diingatkan Kembali

Hari ini aku diperingatkan kembali untuk tidak merendahkan orang dari tampilan luarnya saja. Aku memang pelupa sepertinya, nyata-nyata aku menolak untuk tidak dipandang dari tampilanku saja ataupun sebaliknya tapi terkadang memang aku lupa, meminta untuk diperingatkan kembali.

Setelah memutar-mutari sebuah kabupaten siang tadi dengan matahari di atas sana yang sepertinya sedang menikmati musimnya dengan periode terlalu lama, aku melihat dari kejauhan gerobak mie ayam di pojok jalan gang pasar. Gerobaknya seperti pada umumnya gerobak mie ayam, sederhana dengan tempat menyimpan mie, daging ayam, dll. Aku tak ragu untuk masuk, karena memang sedang kehausan setelah jauh perjalanan yang sudah ditempuh.

Aku melihat seorang bapak penjual mie ayam tersebut sembari memesan dua es jeruk untuk aku dan temanku. Bapak itu mengenakan clemek dari kain belacu sepertinya, dengan noda-noda di sekeliling clemek tersebut. Wajahnya tampak berpeluh dengan keringat, keriput-keriput di matanya pun jelas kentara tapi beliau terlihat menikmanti hidupnya dengan senyuman yang disunggingkannya secara alami. Selintas terpikir olehku, bapak ini mungkin orang yang berasal dari keluarga menengah ke bawah yang berusaha menyambung hidupnya dengan berjualan mie ayam. Selain itu aku melihat pula seorang pemuda yang umurnya kira-kira lebih tua dariku beberapa tahun dengan sigap membuatkan pesanan minumanku dan menyajikannya. Lagi-lagi aku berpikir bahwa si pemuda ini pasti anak bapak itu, tidak bersekolah dan memilih membantu berjualan bapaknya demi kelangsungan hidup keluarganya. Memang kepalaku ini minta dipukul sepertinya.

Setelah beberapa lama aku duduk berbincang-bincang dengan temanku sembari menikmati es jeruk yang tadi aku pesan dengan mengunyah beberapa peyek yang disediakan di warung itu. Bapak pemilik mie ayam pun mulai obrolan dengan kami berdua dengan menanyakan apakah kita bekerja atau masih kuliah saat ini?. Kami jawab saja bahwa kami masih kuliah. Setelah itu beliau menimpali kembali bahwa anaknya pun sekarang masih kuliah sambil menunjuk anaknya yang entah sedang keluar kemana. "Sudah semester akhir", katanya mantap. Lalu ia bertanya kembali dengan kami tentang dimana tempat kuliah kami?. "Loh itu tempat kuliah anak saya dulu, anak saya yang besar, sekarang dia sudah bekerja, jadi guru", katanya dengan wajah ceria.

Sampai disitu aku merasa diingatkan kembali untuk tidak melihat seseorang dari luarnya saja. Memang, sepertinya kalimat itu klise tapi menurutku kalimat itu mengandung makna yang harus dijunjung tinggi, dengan tidak merendahkan orang lain dengan segala rupa yang ditampakkan. Bisa saja kamu menjadi tinggi hati dengan sifat seperti itu atau menutup kemungkinan kamu untuk belajar. Belajar itu bersifat kontinyu bukan?. Apalagi dengan namanya menjalin pertemanan satu sama lain, merendahkan orang lain bisa saja menjadikanmu orang yang membeda-beda, loh katanya kita bersaudara?